Apa yang saya pelajari dari Medlit? (Selain Proposal tentunya)

 Beberapa hari ini, mahasiswa FKM 2012 (juga FIK, FF, FKG 2012 dan FK 2013) sedang sibuk berkutat dengan proposal penelitiannya. Tak terkecuali saya. Setiap jeda atau selesai kelas langsung merapat ke perpus FKM. Semesta pun sepertinya kompak bahwa minggu ini adalah minggu terpenuh di perpus. Selain karena memang minggu UAS dan kakak-kakak 2010 yang berkutat dengan skripsinya, perpus bertambah ramai dengan kami, angkatan 2012, yang sedang “skripsi-skripsian”


Saat kalut karena tenggat proposal yang semakin dekat, kami (mahasiswa RIK) diberi kuliah akhir oleh Prof Sudigdo.

Awalnya, saya sangat excited dengan sesi kuliah hari itu. Kenapa? karena Prof Sudigdo ini yang nulis “buku pegangan” buat matkul medlit. Bukunya berjudul “Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis”, mahasiswa FK pasti punya dan beli yang asli. Yang lain? mungkin punya tapi yaa udah produk gang senggol. hehehe.

Perasaan excited itu perlahan memudar saat Prof Sudigdo mulai memberikan kuliah. Ia sudah tua dan nada bicaranya memang datar. Satu persatu mahasiswa tertidur, apalagi di ruang auditorium RIK yang sangat besar dengan kursi yang nyaman (seperti di bioskop). Saya, meskipun duduk di bangku depan, juga tidak terlalu menangkap apa yang diajarkan oleh Prof Sudigdo. Selain karena saya juga sedang memperbaiki proposal kegiatan untuk K2N, saya merasa materi kuliah hari itu biasa-biasa saja, beberapa bahkan sudah pernah dibahas di kelas sebelumnya

Saat sesi tanya jawab, barulah saya tersadar, Prof ini cerdas sekali! Pengetahuannya akan dunia penelitian sangat luas, Ia juga menceritakan pengalamannya sebagai editor jurnal “jadi editor itu membosankan, penghargaannya juga minim. tapi kalau gak gitu, jurnal indonesia gak maju-maju” ujarnya.

Saya ingat beliau sedikit kesulitan untuk mendengar dan mengingat pertanyaan yang diajukan oleh siswa (bahkan pak Kusdinar harus stand by disamping beliau untuk mengingatkan pertanyaan siswa) Ia memang sudah tua, tapi semangatnya dalam mengajarkan ilmu patut diapresiasi.

Satu pikiran yang langsung terbesit di benak saya adalah setiap orang yang memiliki ilmu memang harus menuliskannya, mencatatnya sebaik mungkin, agar ilmu itu abadi. Manusia akan menua, lambat laun kemampuannya untuk mentransfer ilmu melalui verbal akan berkurang. Namun, saat pengetahuan itu ditulis, ia akan terikat dan kekal. Pola pikir seorang professor dapat dipahami oleh mahasiswanya berpuluh tahun kemudian apabila ilmu itu ditulis.

Diam-diam, saya pun berjanji akan mengikat ilmu yang saya punya dengan menulis, sekecil apapun itu. Menulis memang membutuhkan keberanian, seringkali saya merasa apa yang saya tulis tidak berharga, hanya cerita sepintas lalu. Namun, manusia harus terus menerus belajar, agar nantinya apa yang ia tulis dapat berguna, minimal menjadi refleksi bagi orang lain berkaca dan belajar.
 
Nb: Buku ini recomended banget buat ngerjain proposal, penjabarannya lengkap dan runut #bukanpromosi hehehe. 

Comments

Popular posts from this blog

Memilih Kereta Api Ke Malang

Step by Step & Biaya Surat Sehat LPDP 2019 (RSUD Budhi Asih)

Pengalaman IELTS Computer Based di IALF Jakarta saat Pandemi Covid-19 (Februari 2021)